Safira menatap lelaki yang berbicara di depannya itu lelaki yang usianya dua tahun di bawah dirinya, Galih adalah adiknya Gibran.
"Saya
permisi dulu, seseorang sudah menunggu kamu Safira" Ucap Galih berlalu
dari hadapan Safira, lelaki itu sedikit terpana dengan penampilan Safira yang
sekarang
Safira
melihat Gibran lelaki itu tersenyum kepada Safira melambaikan tangan agar
Safira menuju kearahnya, ke arah meja yang berada tepat di luar cafe
Safira
melangkah duduk di hadapan Gibran
"Apa
kabar Safira sudah lama sekali kita tidak bertemu" Sapa lelaki itu ramah
"Baik"
Balas gadis itu tanpa minat
"Maaf
jika saya mendadak menemui kamu, telepon saya tidak pernah terjawab sekalipun,
ada yang mau saya bicarakan Safira..."
Gibran sedikit ragu melanjutkan ucapannya ketika menatap wajah tak
bersahabat milik Safira
Gibran
adalah teman satu kelas Safira saat SMA,
walaupun mereka satu kelas Safira tidak pernah dekat dengan Gibran,
karena saat SMA Gibran ketua OSIS, sedangkan Safira siswa yang selesai sekolah
langsung pulang.
"Saya
sudah tidak mau membahas apapun lagi tentang kedua orang tua saya, saya sudah
ikhlas, lagi pula mereka sudah tidak ada"Balas Safira
"Safira,
tapi karena insiden itu membuat saya merasa bers...... " Lirih Gibran
"Orang
tua saya sudah meninggal, saya yakin mereka akan bahagia melihat anak bosnya
yang mereka selamatkan hidup dengan baik " Balas Safira lagi, dari tatapan Safira Gibran tahu jika
itu tatapan kesedihan yang mendalam, Gibran tidak mau melanjutkan pembicaraan.
Gibran
mengurungkan niatnya untuk memberikan kompensasi atau bantuan apapun bentuknya
kepada gadis itu, Safira sudah menunjukan sikap penolakan terhadap dirinya,
namun Gibran berjanji pada dirinya jika dia akan melindungi gadis itu sebagai
pengganti orang tua Safira.
Safira masih
diam, menutup rapat bibirnya. tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut gadis
itu.
Gibran
melihat jam tangannya sudah menunjukan pukul 20:30 Wib, dia tahu jika Safira
harus pulang.
"Sudah
makan belum" tanya Gibran mengalihkan suasana yang canggung
"Saya
sudah makan " Balas Safira singkat
"Kalau
begitu ayo pulang saya antar" Ujar Gibran menyalakan mobilnya, Safira
menolak.
"Tidak
perlu, saya bisa pulang sendiri" ujar Safira
Gibran
membiarkan Safira pulang sendiri dengan jarak agak jauh lelaki itu juga
mengikuti Safira dengan mobilnya, untuk memastikan gadis itu baik-baik saja.
***
Safira
menghirup udara di balkon Apartemennya, udara malam ini sangat dingin, sambil
menatap langit yang gelap tanpa bintang, dengan secangkir kopi yang masih
mengepul, Safira menyandarkan punggungnya di kursi.
Yang
memiliki balkon hanya Apartemen Safira dan pemilik Apartemen mereka yang Safira
sendiri juga tidak tahu siapa pemiliknya, ada pembatas di antara balkon mereka
juga ada pintu penghubung diantara keduanya.
Safira
tengah duduk menggunakan piyama, rambutnya di Cepol tinggi memamerkan leher
putih jenjangnya, gadis itu menerima panggilan telepon.
"Aku
tidak mau menggantikan kamu kencan buta Zivanna" tolak Safira
"Please!
Safira aku mohon bantu aku, janji ini yang terakhir kalinya" ujar Zivanna
mengiba.
"Pokoknya
ini yang terakhir kalinya Zivanna ingat kamu harus membayar dua kali lipat atas
permintaan ini" ujar Safira tengah mengancam, Safira ingin Zivanna kapok
memintanya mengantikan kencan
"Tenang
saja aku baru saja mengirimkan bukti transferannya padamu, Safira aku serahkan
pada mu masalah ini, aku percaya kamu tidak pernah gagal dalam
mengatasinya" Ucap Zivanna mematikan teleponnya, sedangkan Safira menatap
handphonenya kesal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar